Berita NasionalBumdes

BUMDes Tirta Mandiri Menembus Batas Capaian

Barangkali cuma Tirta Mandiri, badan usaha milik desa di Dusun Umbul, Desa Ponggok, Klaten yang popularitasnya menembus batas melebihi intitusinya. Betapa tidak, BUMDes ini menjadi pembicaraan di mana-mana, mulai dari level RT/RW hingga dalam rapat-rapat terbatas para menteri dan Presiden. Bahkan beberapa waktu lalu, Kepala Desa Ponggok Junaedi Mulyono dipuji-puji bahkan diajak selfie oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani lantaran kesuksesannya membangun desanya. Semua mengagumi dan menjadikannya sebagai percontohan.

Didirikan tahun 2009, BUMDes Tirta Mandiri memang menunjukkan perkembangan fantastis. Tahun 2012, pendapatan kotornya masih berkisar di angka Rp 150 juta. Baru setahun kemudian, meningkat menjadi Rp 600 juta. Tahun 2014, melonjak Rp 1,1 miliar. Pada 2015, melebihi target yang ditentukan Rp 3,8 miliar, mencapai Rp 6,1 miliar. Tahun 2016, dari target Rp 9 miliar terealisasi Rp 10,3 miliar. Tahun 2017, mencapai Rp 12 miliar. “Tahun ini kami targetkan di angka Rp 15 miliar,” kata Joko Winarno, Direktur Tirta Mandiri yang berhasil mengembangkan 13 unit usaha, sembilan di antaranya sudah berbentuk PT.

Berkat prestasinya itu, tahun 2017, Tirta Mandiri dinyatakan sebagai pemenang dalam pengelolaan BUMDes terbaik. Ia meraih penghargaan sebagai pemenang kategori Desa Wisata Pemberdaya Masyarakat. Sebuah penghargaan yang diberikan Kementerian Desa PDIT dalam ajang Expo BUMDes Nusantara 2017 di Bukittinggi, Sumatera Barat.

Tentu bukan pencapaian yang tiba-tiba terjadi. Beberapa tahun sebelum Tirta Mandiri berdiri, Desa Ponggok terbilang masih memprihatinkan. Kehidupan sosial ekonomi sebagian besar penduduknya tercatat berada di bawah garis kemiskinan. Karena itulah, desa yang berada di wilayah Kecamatan Jogonalan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah ini menjadi salah satu desa tertinggal dan masuk dalam program Inpres Desa Tertinggal (IDT).

Adalah sosok Junaedi, alumni Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta (UNS) yang Kepala Desa Ponggok, yang ingin mengubah nasib desanya dengan mengolah potensi kekayaan alam yang luar biasa. Lokasi desa ini berada di daerah cekungan, memiliki sumber air yang melimpah sepanjang tahun. Dusun Umbul Ponggok sebenarnya merupakan kolam kuno yang sudah ada sejak zaman Belanda. Namun, selama ini hanya digunakan warga setempat untuk kegiatan mandi. Berkat tangan dingin Junaedi, kolam tersebut disulap menjadi tempat wisata air yang akhirnya booming hingga kini.

BUMDes Ponggok

Joko Winarno, Direktur BUMDes Ponggok

Awalnya, Junaidi yang juga sebagai petani ikan koi, mengaku memasukkan ikan koi yang tidak layak jual ke Umbul Ponggok. Setelah banyak ikan yang hidup di sana, ia mulai berpikir untuk mengembangkannya menjadi destinasi wisata.Tempat wisata ini menjadi perhatian setelah dibagikan di berbagai media sosial sebagai tempat wisata yang Instagramable. Pengunjung bisa selfi atau berfoto di dalam air merupakan daya tarik utama yang membuat wisatawan terus berdatangan.

Lambat laun Umbul Ponggok menjadi aset ekonomi yang telah mengubah wajah desa. Seiring dengan terus meningkatnya jumlah wisatawan yang datang, pendapatan dari tiket masuk juga terus naik. Pendapatan asli desa yang awalnya hanya puluhan juta, kini naik drastis hingga miliaran rupiah. Dan desa yang dulunya miskin ini, kini telah bermetamorfosis menjadi salah satu desa kaya di Indonesia.

Titik balik metamorfosis terjadi saat BUMDes Tirta Mandiri dibentuk dan dipercaya mengelola objek wisata secara profesional. Banyak warga yang berminat menanamkan modal sehingga ekonomi terus bergulir. “Sekarang, sudah 76% keluarga di Ponggok yang berinvestasi. Nilai investasinya sekitar Rp 5 juta per keluarga. Adapun bagi hasil yang diperoleh berkisar 7-15% per bulan. “Tergantung pada tingkat kepadatan pengunjung,” ujar Junaidi lagi.

“Tahun ini kami targetkan di angka Rp 15 miliar,” kata Joko Winarno, Direktur Tirta Mandiri, kepada semua media. Target berasal selain dari mengelola wisata Umbul Ponggok, BUMDes Tirta Mandiri juga menyediakan kuliner, ritel, penyewaan gedung, rental mobil, biro wisata, dll. Total, Umbul Ponggok masih menjadi motor penggerak ekonomi yang menjadi penyumbang pendapatan terbesar yang yang jumlahnya mencapai 60%.

Wisata air menjadi magnet yang kuat untuk menarik wisatawan datang. Keunikan yang dimiliki kolam berukuran 50 x 25 m2 dan kedalaman rata-rata 1,5-2,6 meter tersebut masih nampak alami dengan dasar pasir halus berbatu dan ikan-ikan yang berenang. Walau dipenuhi ikan, tidak ada bau amis karena mata airnya mengalir deras.

Di tempat ini, wisatawan bisa melakukan snorkling dan berfoto dengan aneka gaya. Pengunjung yang tidak memiliki kamera under water tidak perlu galau, karena sudah ada jasa penyewaan kamera under water dengan fotografernya. Ada pula penyewaan alat dan properti untuk foto. Ada paket foto prewedding, paket diving, dan paket power dive (walker).

Semua itu kemudian disebarkan melalui media sosial. Tak mengherankan, foto dan video keindahan pemandangan di bawah air itu seketika menyedot perhatian wisatawan dari berbagai daerah. Dari hasil penjualan tiket dan penyewaan peranti selam air dangkal (snorkling), Joko mengklaim pendapatan dari Umbul Ponggok berkisar Rp 500 juta per bulan. Puncaknya pada libur Lebaran. “Tahun lalu, kami bisa mencapai Rp 1 miliar dalam sepekan,” ucapnya. Dengan berinvestasi di BUMDes Tirta Mandiri, setiap keluarga bisa menerima bagi hasil sekitar Rp 400 ribu-500 ribu per bulan. Dengan pendapatan pasif yang diperoleh dari bagi hasil tersebut, warga Desa Ponggok memiliki tabungan untuk biaya pendidikan anaknya.

Selain warga, sejumlah lembaga di Desa Ponggok juga turut berinvestasi di BUMDes Tirta Mandiri. “Tiap RW berinvestasi masing-masing Rp 50 juta, PKK Rp 100 juta, PAUD/TK juga berinvestasi Rp 25 juta,” ujarnya. Dengan turut berinvestasi, PAUD/TK di Desa Ponggok setiap bulan punya kas Rp 2,5 juta untuk menunjang kegiatan belajar mengajar.

Joko menjelaskan, nilai investasi warga dan lembaga masyarakat di Umbul Ponggok saat ini masih di bawah 40% dari total investasi, dari sejumlah pemegang saham. Kendati demikian, Junaedi mengklaim sudah tidak ada pengangguran di desanya. “Lima tahun lalu memang masih ada warga miskin. Sekarang semua penganggur terserap di BUMDes Tirta Mandiri,” tuturnya. Pendapatan per kapita warga di Ponggok sekarang berkisar Rp 1,5 juta-2 juta. Para ibu rumah tangga pun kini turut diberdayakan dengan usaha olahan perikanan.

Berkat BUMDes Tirta Mandiri, kini Desa Ponggok tergolong makmur dan mandiri. Ponggok menjadi salah satu desa yang jadi pusat pembelajaran; menjadi tempat studi banding berbagai institusi yang ingin melihat secara langsung bagaimana praktik membangun desa itu terjadi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *